Senin, 21 November 2011

REWEL MENGINAP DI TEMPAT ASING

Penyebabnya, rasa tak aman pada anak. Salah kita juga yang kelewat memanjakan dan tak membiasakannya bergaul. Rasa tak aman yang dialami si kecil, menurut Fleur Paumen, M.Psi., disebabkan ia merasa kehidupan yang selama ini dijalaninya di rumah tiba-tiba hilang atau berubah. "Buat anak usia batita, kehilangan atau perubahan ini, kan, dirasakan amat mengganggu." Betapa tidak? Di tempat baru, selain suasananya berbeda, ia pun tak menemukan mainan yang biasanya dimainkan sehari-hari di rumah dan benda kesayangannya sewaktu tidur tak ada di sampingnya. "Eksplorasinya juga terganggu. Biasanya ia bisa bermain atau berlari-larian ke sana ke mari sesukanya, misal, tapi pas diajak menginap, kegiatan itu tak bisa dilakukan lagi. Entah karena dilarang orang tua atau kondisinya memang tak memungkinkan. Akibatnya, ia jadi frustrasi. Kalau sudah begitu, anak pasti akan rewel," papar psikolog anak asal negeri Kincir Angin yang sejak 1994 menetap di Indonesia dan aktif di Yayasan Pendidikan Insan Kamil ini. Selain itu, rasa tak aman si kecil juga bisa dikarenakan ia tak terbiasa bergaul. Seperti dikatakan Dra. Endang Retno Wardhani pada kesempatan terpisah, "orang tua tak pernah membiasakan anak mengenal lingkungan baru selain lingkungan di mana ia tinggal." Misal, anak tak pernah diajak bersosialisasi dengan anak lain yang sebaya maupun orang lain, hingga yang dikenal anak cuma orang-orang di lingkungan rumahnya. Akibatnya, kala diajak menginap untuk pertama kali ke rumah famili atau kakek-nenek, misal, ia merasa asing dengan lingkungan tersebut. Otomatis ia merasa tak aman, dong. Faktor lain, tambah psikolog pada RS Pondok Indah, Jakarta, ini, "anak selalu dimanja orang tuanya atau orang terdekatnya." Misal, segala sesuatunya selalu diladeni orang tua/orang terdekat, hingga ia jadi tak mandiri. Bukankah salah satu ciri dari anak merasa aman ialah kemandirian? ANAK KENAL LINGKUNGAN Itu sebab, baik Fluer maupun Endang, tak setuju si kecil dimarahi lantaran rewel. Soalnya, kerewelan si kecil menunjukkan ia butuh perhatian kita agar selalu dekat dengannya. Coba, deh, perhatikan. Kalau kita selalu mendampingi, lama-lama rewel si kecil akan hilang sendiri. "Karena dia sudah merasa aman, hingga otomatis dia pun merasa nyaman," jelas Endang. Bukankah dengan selalu dekat orang tua ­biasanya ibu- anak merasa aman? Terlebih di usia batita, kelekatan anak pada ibu amat tinggi, hingga sulit baginya untuk "berpisah" dari ibu. Jadi, bila kita memarahinya, cuma membuatnya tambah rewel. Selain merasa tak aman, ia pun tak mengerti kenapa dimarahi, "Kok, Bunda marah, sih? Aku, kan, cuma mau dekat-dekat Bunda." Bahkan, bukan tak mungkin si kecil malah mempertanyakan kadar cinta kita kepadanya, "Mungkin Bunda udah enggak sayang aku lagi.", hingga makin jadilah kerewelannya. Tak menyelesaikan masalah, kan? Yang terbaik, bantulah si kecil beradaptasi dengan lingkungan barunya. Tentu caranya harus bertahap. Pertama, saran Endang, "segera alihkan perhatian anak begitu ia rewel." Entah dengan mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi tempat itu, melihat-lihat binatang, dan lainnya yang menarik perhatian anak. Cara ini punya nilai plus, lo. Selain bisa menenangkan si kecil, secara tak langsung kita pun telah menambah wawasannya. Bukankah si kecil jadi mengenal lingkungan tersebut? Selanjutnya, libatkan si kecil untuk bermain bersama anak-anak lain sebayanya sambil tetap kita dampingi. Jikapun tak ada teman sebaya, ciptakan suasana dengan permainan-permainan yang familiar baginya. Tentu dengan mengajak orang-orang di tempat itu seperti kakek- nenek atau om-tantenya. "Yuk, kita main tamu-tamuan. Adek paling senang, kan, main tamu-tamuan? Ajak Kakek dan Nenek juga, ya, biar nanti Kakek dan Nenek yang jadi tuan rumahnya dan kita jadi tamunya.", misal. Lewat permainan, terang Endang, akan tercipta interaksi antara si kecil dengan orang-orang yang diajak bermain. Hingga, si kecil akan merasakan bahwa lingkungan barunya ternyata bersikap hangat kepadanya. Jika sudah begitu, otomatis si kecil akan menilai kondisi tersebut bukanlah kondisi yang tak nyaman buatnya. "Biasanya, dalam waktu setengah atau satu hari, si kecil sudah bisa beradaptasi." Kecuali ia punya sifat bawaan seperti pendiam dan pemalu, atau jika ia sedang dalam kondisi tak sehat. Nah, buat si kecil yang pendiam/pemalu, saran Endang, kita perlu lebih banyak lagi menciptakan interaksi dengan lingkungannya. Misal, memintanya untuk memberikan kue kepada om-tantenya atau lainnya sambil tetap kita dampingi. Kita pun perlu minta pada lingkungannya agar lebih proaktif terhadap si kecil. Misal, "Sini, Dek, duduk dekat Kakek. Kakek punya cerita bagus tentang si Kancil, lo. Kata Bunda, Adek paling senang sama Kancil. Nih, Kakek juga punya buku-buku bergambar si Kancil." BIASAKAN BERGAUL Tentu saja, sepulang dari menginap, si kecil perlu dibiasakan bersosialisasi. Hingga, kala suatu waktu diajak lagi menginap ke suatu lingkungan berbeda, ia sudah terbiasa karena sudah merasa aman. Ia tak lagi takut atau syok saat ketemu situasi/orang baru dan cepat beradaptasi. Sekalipun kita lupa membawakan mainannya, ia takkan kecewa berlarut-larut karena bisa bermain apa saja di lingkungan barunya atau bergabung dengan anak lain di sana. Dengan begitu, bisa dipastikan si kecil takkan rewel lagi, kecuali bila ia tengah sakit. Jadi, "sering-seringlah mengajak anak berinteraksi dengan orang lain pada suasana yang berbeda-beda," anjur Endang. Misal, ke taman bermain. "Ajak ia berkenalan dengan salah satu anak yang ada di situ, "Dek, itu ada teman yang sebaya dengan kamu. Kita kenalan, yuk." Kemudian libatkan ia dalam permainan bersama si teman sambil kita terus mendampingi. Setelah ia kelihatan mulai terbiasa dengan si teman, baru, deh, lepaskan ia bermain sendiri bersama si teman sementara kita mengawasi tak jauh darinya, "Nah, sekarang Adek sudah punya teman. Main berdua, ya. Bunda tunggu di kursi itu sambil melihat Adek." Secara bertahap, tingkatkan intensitas interaksi sosialnya, hingga akhirnya si kecil jadi terbiasa. Bukankah pada dasarnya anak tumbuh dan berkembang dengan kebiasaan-kebisaan yang kita berikan kepadanya? Endang menjamin, jika anak mengalami sendiri proses interaksi dengan orang lain yang belum pernah dikenalnya, "ia bakal bisa berubah, sekalipun si anak pendiam atau pemalu." Bukan berarti anak-anak yang tak dibiasakan berinteraksi sosial tak bisa melewati fase kelekatan dengan orang tua, lo. "Biasanya setelah masuk usia prasekolah, anak akan dengan sendirinya tak rewel lagi." Soalnya, di usia tersebut ia sudah mulai "sekolah", dimana ia dituntut atau harus mulai belajar menghadapi lingkungan berbeda. "Nah, di sini, kan, ia mengalami sendiri bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Ia akan merasa, 'Oh, ternyata bermain dengan orang lain itu asyik dan menyenangkan.' Hingga, terbentuklah pada dirinya suatu konsep bersosialisasi yang asyik dan menyenangkan. Kalau sudah begitu, dengan sendirinya ia akan lepas dari fase kelekatan pada orang tua." Kecuali jika lingkungan tak mendukung, "butuh waktu lebih lama buat anak melewati fase ini, terlebih bagi si pendiam atau pemalu." Ini bisa berpengaruh terhadap interaksi ke depannya, lo. Bukan tak mungkin si kecil nanti jadi orang yang membatasi diri dengan lingkungan sekitarnya atau tertutup. Wah, jangan sampai, deh. Jadi, yang terpenting memang memberikan pengalaman seluas-luasnya buat si kecil untuk bisa bersosialisasi dengan aneka lingkungan, ya, Bu-Pak.

HAL LAIN YANG HARUS DIPERHATIKAN Jika si kecil baru pertama kali diajak menginap ke suatu lingkungan baru, pesan Fleur dan Endang, jangan sekali-kali mendelegasikan anak pada orang lain ketika si kecil inginnya bersama kita. Selain, kita pun jangan lupa membawakan mainan yang biasa dimainkan si kecil, termasuk "teman" tidurnya karena bisa menjadi "obat" penenang bagi kerewelannya. Zali


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by ArchiThings.Com - Modern Architecture Design