Senin, 21 November 2011

REWEL MENGINAP DI TEMPAT ASING

Penyebabnya, rasa tak aman pada anak. Salah kita juga yang kelewat memanjakan dan tak membiasakannya bergaul. Rasa tak aman yang dialami si kecil, menurut Fleur Paumen, M.Psi., disebabkan ia merasa kehidupan yang selama ini dijalaninya di rumah tiba-tiba hilang atau berubah. "Buat anak usia batita, kehilangan atau perubahan ini, kan, dirasakan amat mengganggu." Betapa tidak? Di tempat baru, selain suasananya berbeda, ia pun tak menemukan mainan yang biasanya dimainkan sehari-hari di rumah dan benda kesayangannya sewaktu tidur tak ada di sampingnya. "Eksplorasinya juga terganggu. Biasanya ia bisa bermain atau berlari-larian ke sana ke mari sesukanya, misal, tapi pas diajak menginap, kegiatan itu tak bisa dilakukan lagi. Entah karena dilarang orang tua atau kondisinya memang tak memungkinkan. Akibatnya, ia jadi frustrasi. Kalau sudah begitu, anak pasti akan rewel," papar psikolog anak asal negeri Kincir Angin yang sejak 1994 menetap di Indonesia dan aktif di Yayasan Pendidikan Insan Kamil ini. Selain itu, rasa tak aman si kecil juga bisa dikarenakan ia tak terbiasa bergaul. Seperti dikatakan Dra. Endang Retno Wardhani pada kesempatan terpisah, "orang tua tak pernah membiasakan anak mengenal lingkungan baru selain lingkungan di mana ia tinggal." Misal, anak tak pernah diajak bersosialisasi dengan anak lain yang sebaya maupun orang lain, hingga yang dikenal anak cuma orang-orang di lingkungan rumahnya. Akibatnya, kala diajak menginap untuk pertama kali ke rumah famili atau kakek-nenek, misal, ia merasa asing dengan lingkungan tersebut. Otomatis ia merasa tak aman, dong. Faktor lain, tambah psikolog pada RS Pondok Indah, Jakarta, ini, "anak selalu dimanja orang tuanya atau orang terdekatnya." Misal, segala sesuatunya selalu diladeni orang tua/orang terdekat, hingga ia jadi tak mandiri. Bukankah salah satu ciri dari anak merasa aman ialah kemandirian? ANAK KENAL LINGKUNGAN Itu sebab, baik Fluer maupun Endang, tak setuju si kecil dimarahi lantaran rewel. Soalnya, kerewelan si kecil menunjukkan ia butuh perhatian kita agar selalu dekat dengannya. Coba, deh, perhatikan. Kalau kita selalu mendampingi, lama-lama rewel si kecil akan hilang sendiri. "Karena dia sudah merasa aman, hingga otomatis dia pun merasa nyaman," jelas Endang. Bukankah dengan selalu dekat orang tua ­biasanya ibu- anak merasa aman? Terlebih di usia batita, kelekatan anak pada ibu amat tinggi, hingga sulit baginya untuk "berpisah" dari ibu. Jadi, bila kita memarahinya, cuma membuatnya tambah rewel. Selain merasa tak aman, ia pun tak mengerti kenapa dimarahi, "Kok, Bunda marah, sih? Aku, kan, cuma mau dekat-dekat Bunda." Bahkan, bukan tak mungkin si kecil malah mempertanyakan kadar cinta kita kepadanya, "Mungkin Bunda udah enggak sayang aku lagi.", hingga makin jadilah kerewelannya. Tak menyelesaikan masalah, kan? Yang terbaik, bantulah si kecil beradaptasi dengan lingkungan barunya. Tentu caranya harus bertahap. Pertama, saran Endang, "segera alihkan perhatian anak begitu ia rewel." Entah dengan mengajaknya berjalan-jalan mengelilingi tempat itu, melihat-lihat binatang, dan lainnya yang menarik perhatian anak. Cara ini punya nilai plus, lo. Selain bisa menenangkan si kecil, secara tak langsung kita pun telah menambah wawasannya. Bukankah si kecil jadi mengenal lingkungan tersebut? Selanjutnya, libatkan si kecil untuk bermain bersama anak-anak lain sebayanya sambil tetap kita dampingi. Jikapun tak ada teman sebaya, ciptakan suasana dengan permainan-permainan yang familiar baginya. Tentu dengan mengajak orang-orang di tempat itu seperti kakek- nenek atau om-tantenya. "Yuk, kita main tamu-tamuan. Adek paling senang, kan, main tamu-tamuan? Ajak Kakek dan Nenek juga, ya, biar nanti Kakek dan Nenek yang jadi tuan rumahnya dan kita jadi tamunya.", misal. Lewat permainan, terang Endang, akan tercipta interaksi antara si kecil dengan orang-orang yang diajak bermain. Hingga, si kecil akan merasakan bahwa lingkungan barunya ternyata bersikap hangat kepadanya. Jika sudah begitu, otomatis si kecil akan menilai kondisi tersebut bukanlah kondisi yang tak nyaman buatnya. "Biasanya, dalam waktu setengah atau satu hari, si kecil sudah bisa beradaptasi." Kecuali ia punya sifat bawaan seperti pendiam dan pemalu, atau jika ia sedang dalam kondisi tak sehat. Nah, buat si kecil yang pendiam/pemalu, saran Endang, kita perlu lebih banyak lagi menciptakan interaksi dengan lingkungannya. Misal, memintanya untuk memberikan kue kepada om-tantenya atau lainnya sambil tetap kita dampingi. Kita pun perlu minta pada lingkungannya agar lebih proaktif terhadap si kecil. Misal, "Sini, Dek, duduk dekat Kakek. Kakek punya cerita bagus tentang si Kancil, lo. Kata Bunda, Adek paling senang sama Kancil. Nih, Kakek juga punya buku-buku bergambar si Kancil." BIASAKAN BERGAUL Tentu saja, sepulang dari menginap, si kecil perlu dibiasakan bersosialisasi. Hingga, kala suatu waktu diajak lagi menginap ke suatu lingkungan berbeda, ia sudah terbiasa karena sudah merasa aman. Ia tak lagi takut atau syok saat ketemu situasi/orang baru dan cepat beradaptasi. Sekalipun kita lupa membawakan mainannya, ia takkan kecewa berlarut-larut karena bisa bermain apa saja di lingkungan barunya atau bergabung dengan anak lain di sana. Dengan begitu, bisa dipastikan si kecil takkan rewel lagi, kecuali bila ia tengah sakit. Jadi, "sering-seringlah mengajak anak berinteraksi dengan orang lain pada suasana yang berbeda-beda," anjur Endang. Misal, ke taman bermain. "Ajak ia berkenalan dengan salah satu anak yang ada di situ, "Dek, itu ada teman yang sebaya dengan kamu. Kita kenalan, yuk." Kemudian libatkan ia dalam permainan bersama si teman sambil kita terus mendampingi. Setelah ia kelihatan mulai terbiasa dengan si teman, baru, deh, lepaskan ia bermain sendiri bersama si teman sementara kita mengawasi tak jauh darinya, "Nah, sekarang Adek sudah punya teman. Main berdua, ya. Bunda tunggu di kursi itu sambil melihat Adek." Secara bertahap, tingkatkan intensitas interaksi sosialnya, hingga akhirnya si kecil jadi terbiasa. Bukankah pada dasarnya anak tumbuh dan berkembang dengan kebiasaan-kebisaan yang kita berikan kepadanya? Endang menjamin, jika anak mengalami sendiri proses interaksi dengan orang lain yang belum pernah dikenalnya, "ia bakal bisa berubah, sekalipun si anak pendiam atau pemalu." Bukan berarti anak-anak yang tak dibiasakan berinteraksi sosial tak bisa melewati fase kelekatan dengan orang tua, lo. "Biasanya setelah masuk usia prasekolah, anak akan dengan sendirinya tak rewel lagi." Soalnya, di usia tersebut ia sudah mulai "sekolah", dimana ia dituntut atau harus mulai belajar menghadapi lingkungan berbeda. "Nah, di sini, kan, ia mengalami sendiri bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Ia akan merasa, 'Oh, ternyata bermain dengan orang lain itu asyik dan menyenangkan.' Hingga, terbentuklah pada dirinya suatu konsep bersosialisasi yang asyik dan menyenangkan. Kalau sudah begitu, dengan sendirinya ia akan lepas dari fase kelekatan pada orang tua." Kecuali jika lingkungan tak mendukung, "butuh waktu lebih lama buat anak melewati fase ini, terlebih bagi si pendiam atau pemalu." Ini bisa berpengaruh terhadap interaksi ke depannya, lo. Bukan tak mungkin si kecil nanti jadi orang yang membatasi diri dengan lingkungan sekitarnya atau tertutup. Wah, jangan sampai, deh. Jadi, yang terpenting memang memberikan pengalaman seluas-luasnya buat si kecil untuk bisa bersosialisasi dengan aneka lingkungan, ya, Bu-Pak.

HAL LAIN YANG HARUS DIPERHATIKAN Jika si kecil baru pertama kali diajak menginap ke suatu lingkungan baru, pesan Fleur dan Endang, jangan sekali-kali mendelegasikan anak pada orang lain ketika si kecil inginnya bersama kita. Selain, kita pun jangan lupa membawakan mainan yang biasa dimainkan si kecil, termasuk "teman" tidurnya karena bisa menjadi "obat" penenang bagi kerewelannya. Zali

Sabtu, 20 Februari 2010

Calon-Calon Pemimpin Besar



Calon-Calon Pemimpin Besar

Rabu, 27 Januari 2010


Etika Berkomunikasi Lewat Telepon
(Dikutip dari Judul Asli Al-Qismu Al-Ilmi, penerbit Dar Al-Wathan, penulis Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz, versi Indonesia Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari)
1. Ceklah dengan baik nomor telepon yang akan anda hubungi sebelum anda menelpon agar anda tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau mengganggu orang yang sedang sakit atau merisaukan orang lain.
2. Pilihlah waktu yang tepat untuk berhubungan via telepon, karena manusia mempunyai kesibukan dan keperluan, dan mereka juga mempunyai waktu tidur dan istirahat, waktu makan dan bekerja.
3. Jangan memperpanjang pembicaraan tanpa alasan, karena khawatir orang yang sedang dihubungi itu sedang mempunyai pekerjaan penting atau mempunyai janji dengan orang lain.
4. Hendaknya wanita tidak memperindah suara di saat ber-bicara (via telpon) dan tidak berbicara melantur dengan laki-laki. Allah berfirman yang artinya: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (Al-Ahzab: 32).
5. Maka hendaknya wanita berhati-hati, jangan berbicara diluar kebiasaan dan tidak melantur berbicara dengan lawan jenisnya via telepon, apa lagi memperpanjang pembicaraan, memperindah suara, memperlembut dan lain sebagainya.
6. Hendaknya penelpon memulai pembicaraannya dengan ucapan Assalamu`alaikum, karena dia adalah orang yang datang, maka dari itu ia harus memulai pembicaraannya dengan salam dan juga menutupnya dengan salam.
7. Tidak memakai telpon orang lain kecuali seizin pemiliknya, dan itupun bila terpaksa.
8. Tidak merekam pembicaraan lawan bicara kecuali seizin darinya, apapun bentuk pembicaraannya. Karena hal tersebut merupakan tindakan pengkhianatan dan mengungkap rahasia orang lain, dan inilah tipu muslihat. Dan apabila rekaman itu kamu sebarluaskan maka itu berarti lebih fatal lagi dan merupakan penodaan terhadap amanah. Dan termasuk di dalam hal ini juga adalah merekam pembicaraan orang lain dan apa yang terjadi di antara mereka. Maka, ini haram hukumnya, tidak boleh dikerjakan!
9. Tidak menggunakan telepon untuk keperluan yang negatif, karena telepon pada hakikatnya adalah nikmat dari Allah yang Dia berikan kepada kita untuk kita gunakan demi memenuhi keperluan kita. Maka tidak selayaknya jika kita menjadikannya sebagai bencana, menggunakannya untuk mencari-cari kejelekan dan kesalahan orang lain dan mencemari kehormatan mereka, dan menyeret kaum wanita ke jurang kenistaan. Ini haram hukumnya, dan pelakunya layak dihukum.

Minggu, 24 Januari 2010


Etika Saat Makan Dan Minum
(Dikutip dari Judul Asli Al-Qismu Al-Ilmi, penerbit Dar Al-Wathan, penulis Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz, versi Indonesia Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari)
1. Berupaya untuk mencari makanan yang halal. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”. (Al-Baqarah: 172). Yang baik disini artinya adalah yang halal.
2. Hendaklah makan dan minum yang kamu lakukan diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah, agar kamu mendapat pahala dari makan dan minummu itu.
3. Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor, dan begitu juga setelah makan untuk menghilangkan bekas makanan yang ada di tanganmu.
4. Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada, dan jangan sekali-kali mencelanya. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam haditsnya menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Apabila suka sesuatu ia makan dan jika tidak, maka ia tinggalkan”. (Muttafaq’alaih).
5. Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda; “Aku tidak makan sedangkan aku menyandar”. (HR. al-Bukhari). Dan di dalam haditsnya, Ibnu Umar Radhiallaahu anhu menuturkan: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah melarang dua tempat makan, yaitu duduk di meja tempat minum khamar dan makan sambil menyungkur”. (HR. Abu Daud, dishahihkan oleh Al-Albani).
6. Tidak makan dan minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak. Di dalam hadits Hudzaifah Radhiallaahu anhu dinyatakan di antaranya bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda: “... dan janganlah kamu minum dengan menggunakan bejana terbuat dari emas dan perak, dan jangan pula kamu makan dengan piring yang terbuat darinya, karena keduanya untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat kelak”. (Muttafaq’alaih).
7. Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Apabila seorang diantara kamu makan, hendaklah menyebut nama Allah Subhannahu wa Ta'ala dan jika lupa menyebut nama Allah Subhannahu wa Ta'ala pada awalnya maka hendaknya mengatakan : Bismillahi awwalihi wa akhirihi”. (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Albani). Adapun meng-akhirinya dengan Hamdalah, karena Rasulullah Subhannahu wa Ta'ala bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat meridhai seorang hamba yang apabila telah makan suatu makanan ia memuji-Nya dan apabila minum minuman ia pun memuji-Nya”. (HR. Muslim).
8. Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu. Rasulllah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda Kepada Umar bin Salamah: “Wahai anak, sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang di depanmu. (Muttafaq’alaih).
9. Disunnatkan makan dengan tiga jari dan menjilati jari-jari itu sesudahnya. Diriwayatkan dari Ka`ab bin Malik dari ayahnya, ia menuturkan: “Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam makan dengan tiga jari dan ia menjilatinya sebelum mengelapnya”. (HR. Muslim).
10. Disunnatkan mengambil makanan yang terjatuh dan membuang bagian yang kotor darinya lalu memakannya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Apabila suapan makan seorang kamu jatuh hendaklah ia mengambilnya dan membuang bagian yang kotor, lalu makanlah ia dan jangan membiarkannya untuk syetan”. (HR. Muslim).
11. Tidak meniup makan yang masih panas atau bernafas di saat minum. Hadits Ibnu Abbas menuturkan “Bahwa-sanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang bernafas pada bejana minuman atau meniupnya”. (HR. At-Turmudzi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
12. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Tiada tempat yang yang lebih buruk yang dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja untuk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minu-mannya dan sepertiga lagi untuk bernafas”. (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
13. Hendaknya pemilik makanan (tuan rumah) tidak melihat ke muka orang-orang yang sedang makan, namun seharusnya ia menundukkan pandangan matanya, karena hal tersebut dapat menyakiti perasaan mereka dan membuat mereka menjadi malu.
14. Hendaknya kamu tidak memulai makan atau minum sedangkan di dalam majlis ada orang yang lebih berhak memulai, baik kerena ia lebih tua atau mempunyai kedudukan, karena hal tersebut bertentangan dengan etika.
15. Jangan sekali-kali kamu melakukan perbuatan yang orang lain bisa merasa jijik, seperti mengirapkan tangan di bejana, atau kamu mendekatkan kepalamu kepada tempat makanan di saat makan, atau berbicara dengan nada-nada yang mengandung makna kotor dan menjijik-kan.
16. Jangan minum langsung dari bibir bejana, berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau berkata, “Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang minum dari bibir bejana wadah air.” (HR. Al Bukhari)Disunnatkan minum sambil duduk, kecuali jika udzur, karena di dalam hadits Anas disebutkan “Bahwa sesungguhnya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam melarang minum sambil berdiri”. (HR. Muslim).


Etika Saat Tidur dan Bangun Tidur
(HR. Al-Bukhari)(Dikutip dari Judul Asli Al-Qismu Al-Ilmi, penerbit Dar Al-Wathan, penulis Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz, versi Indonesia Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari)
1. Berintrospeksi diri / muhasabah sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
2. Tidur dini, berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah Radhiallaahu anha “Bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat”.(Muttafaq `alaih)
3. Disunnatkan berwudhu’ sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan. Al-Bara’ bin `Azib Radhiallaahu anhu menuturkan : Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu’lah sebagaimana wudlu’ untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan...” Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.
4. Disunnatkan pula mengibaskan sperei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya...” Di dalam satu riwayat dikatakan:”tiga kali”. (Muttafaq `alaih).
5. Makruh tidur tengkurap. Abu Dzar Radhiallaahu anhu menuturkan :”Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :”Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka”. (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
6. Makruh tidur di atas dak terbuka, karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda: “Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya”. (HR. Al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
7. Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur. Dari Jabir Radhiallaahu anhu diriwayatkan bahwa sesung-guhnya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda: “Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman”. (Muttafaq’alaih).
8. Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), karena banyak hadits-hadits shahih yang menganjurkan hal tersebut.
9. Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , seperti :اللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ (رواه أبو داود وصححه الألباني ) ،Allahumma qinii 'adzabaka yauma tab'atsu 'ibadaka. “Ya Allah, peliharalah aku dari adzab-Mu pada hari Engkau membangkitkan kembali segenap hamba-hamba-Mu”. Dibaca tiga kali.(HR. Abu Dawud dan di hasankan oleh Al Albani) Dan membaca:بِاسْمِكَ اَللَّهُمَّ أَمُوْتُ وَأَحْيَا (رواه البخاري )Bismika Allahumma amuutu wa ahyaa. “Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup.” (HR. Al Bukhari)
10. Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini :أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ ، وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّياَطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنِ (رواه أبو داود وحسنه الألباني )'Audzu bikalimaatillahit taammati, min ghodhobihi, wasyarri 'ibaadihi, wamin hamadzaatisy syayathiini wa an yah dluruuni." Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku”. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)
11. Hendaknya apabila bangun tidur membaca :اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرُ (رواه البخاري )"Alhamdulillaahilladzii ahyaana ba'da maa amaatanaa, wa ilaihin nusyuur". “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan.”

Etika Dalam Berdo'a


Etika Dalam Berdo'a
(Dikutip dari Judul Asli Al-Qismu Al-Ilmi, penerbit Dar Al-Wathan, penulis Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baz, versi Indonesia Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari)
1. Terlebih dahulu sebelum berdo`a hendaknya memuji kepada Allah kemudian bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah mendengar seorang lelaki sedang berdo`a di dalam shalatnya, namun ia tidak memuji kepada Allah dan tidak bershalawat kepada Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam maka Nabi bersabda kepadanya: “Kamu telah tergesa-gesa wahai orang yang sedang shalat. Apabila anda selesai shalat, lalu kamu duduk, maka memujilah kepada Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya, dan bershalawatlah kepadaku, kemudian berdo`alah”. (HR. At-Turmudzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
2. Mengakui dosa-dosa, mengakui kekurangan (keteledoran diri) dan merendahkan diri, khusyu’, penuh harapan dan rasa takut kepada Allah di saat anda berdo`a. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera di dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo`a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu` kepada Kami”. (Al-Anbiya’: 90).
3. Berwudhu’ sebelum berdo`a, menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangan di saat berdo`a. Di dalam hadits Abu Musa Al-Asy`ari Radhiallaahu anhu disebutkan bahwa setelah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam selesai melakukan perang Hunain :” Beliau minta air lalu berwudhu, kemudian mengangkat kedua tangannya; dan aku melihat putih kulit ketiak beliau”. (Muttafaq’alaih).
4. Benar-benar (meminta sangat) di dalam berdo`a dan berbulat tekad di dalam memohon. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Apabila kamu berdo`a kepada Allah, maka bersungguh-sungguhlah di dalam berdo`a, dan jangan ada seorang kamu yang mengatakan :Jika Engkau menghendaki, maka berilah aku”, karena sesungguhnya Allah itu tidak ada yang dapat memaksanya”. Dan di dalam satu riwayat disebutkan: “Akan tetapi hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam memohon dan membesarkan harapan, karena sesungguhnya Allah tidak merasa berat karena sesuatu yang Dia berikan”. (Muttafaq’alaih).
5. Menghindari do`a buruk terhadap diri sendiri, anak dan harta. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Jangan sekali-kali kamu mendo`akan buruk terhadap diri kamu dan juga terhadap anak-anak kamu dan pula terhadap harta kamu, karena khawatir do`a kamu bertepatan dengan waktu dimana Allah mengabulkan do`amu”. (HR. Muslim).
6. Merendahkan suara di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Wahai sekalian manusia, kasihanilah diri kamu, karena sesungguhnya kamu tidak berdo`a kepada yang tuli dan tidak pula ghaib, sesungguhnya kamu berdo`a (memohon) kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat dan Dia selalu menyertai kamu”. (HR. Al-Bukhari).
7. Berkonsentrasi (penuh perhatian) di saat berdo`a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Berdo`alah kamu kepada Allah sedangkan kamu dalam keadaan yakin dikabulkan, dan ketahuilah bahwa sesung-guhnya Allah tidak mengabulkan do`a dari hati yang lalai”. (HR. At-Turmudzi dan dihasankan oleh Al-Albani).Tidak memaksa bersajak di dalam berdo`a. Ibnu Abbas pernah berkata kepada `Ikrimah: “Lihatlah sajak dari do`amu, lalu hindarilah ia, karena sesungguhnya aku memperhatikan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan para shahabatnya tidak melakukan hal tersebut”.(HR. Al-Bukhari).


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by ArchiThings.Com - Modern Architecture Design